Toko
buku ini saya temukan tanpa sengaja. Pada suatu siang, saat sedang
menanti bus di halte, mata saya terpesona melihat totebag yang
dicangklong seorang mas-mas. DAUNT BOOKS begitu yang tertulis di totebag
lusuh yang dikenakannya. Sebagai penggila totebag blacu dan kain kanvas
yang juga doyan keluar-masuk toko buku, saya langsung penasaran mencari
tahu lewat Google di henpon.
“Daunt Books is a chain of bookshops in London, founded by James Daunt. It traditionally specialised in travel books…”
Baru membaca satu kalimat yang saya temukan dari hasil googling, saya
sudah bertekad untuk bisa ke toko buku ini. Buset, ini toko buku gue
banget. toko buku para traveler. Taveler yang doyan baca buku tentunya.
Sambil
masih berdiri di halte bus, angan saya sudah terbang ke Daunt Books,
membayangkan tengah kusyuk diantara ratusan atau ribuan buku-buku travel
tersusun dalam rak yang memenuhi ruangan. Rasa penasaran saya makin
nggak karuan saat membuka websitenya dan menemukan foto interior toko
bergaya Edwardian dengan jendela kaca lengkung yang indah. Pantesan
koran Daily Telegraph memberikan testimoni begini: “The most beautiful bookshop in London designed for travellers who like reading.”
Sebulan
kemudian, saat kembali ke London, barulah saya bisa menebus hasrat
mengunjungi Daunt Books. Ada beberapa toko Daunt Books di London, yaitu
di Marylebone, Chelsea, Holland Park, Belsize Park, Hamstead, dan
Cheapside. Saya pilih menyinggahi Daunt books di Marylebone, toko
pertama yang didirikan James Daunt pada tahun 1990. Selain itu juga
karena pesona interior toko Marylebone yang indah dalam website Daunt
Books.
Saat melangkahkan kaki memasuki toko Daunt Books, dada saya
berdebar luar biasa. Seperti mau bertamu ke rumah pacar baru. Ruangan
bagian depan dipenuhi meja-meja berisi ratusan judul buku-buku
travelogue atau kisah perjalanan yang baru dirilis maupun yang best
seller. Masuk ke dalam beberapa langkah, mata tertuju pada keindahan
interior Edwardian dengan galeri oak panjang.
Di galeri ini,
buku-buku travel disusun berdasar lokasi geografis. Buku-buku tentang
Amerika, Australia, Afrika, dan Asia diletakkan di lantai bawah.
Buku-buku tentang Eropa memenuhi galeri lantai dasar. Ada juga satu rak
khusus buku bekas yang disusun di galeri lantai atas. Bukan sembarang
buku bekas, lebih tepatnya buku kuno. Buku-buku travelogue yang
diterbitan abad lampau yang harganya lebih mahal daripada buku cetakan
baru.
Hampir tiga jam saya habiskan di toko buku ini.
Membolak-balik puluhan judul buku travelogue yang tidak saya temukan di
toko buku import di Indonesia. Rasanya pengin memborong, apa daya kuota
bagasi membuat saya harus menahan hasrat. Akhirnya saya hanya membeli
sebuah buku karya penulis perjalanan Bill Bryson dan sebuah totebag
kanvas yang sudah membawa saya bisa menemukan surga dunia ini.
No comments:
Post a Comment