Bindi di Candi Prambanan |
Jalan-jalan di Candi Sambisari |
Kami mulai mengajak Baby Bindi berwisata arkeologis setelah usianya 8 bulan ke atas. Saat itu Bindi sudah bisa duduk sendiri dengan nyaman dan sudah mulai tampak menikmati perjalanan. Bindi juga sudah bisa diajak berlama-lama di luar ruang selama beberapa jam. Setelah yakin dengan kondisi fisiknya yang cukup kuat, barulah kami mengajaknya jelajah candi.
Candi pertama yang kami kunjungi adalah kompleks Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 3 km arah ke timur Candi Prambanan. Kompleks Candi Ratu Boko terletak di atas bukit. Jika menggunakan transportasi umum, penumpang akan turun di pinggir jalan raya Prambanan – Wonosari dan naik mendaki bukit. Lumayan ngos-ngosan, meski sudah dibuatkan tangga khusus untuk mencapai komleks candi. Paling enak memang menggunakan kendaraan pribadi, sehingga bisa langsung memarkir kendaraan di pelataran candi. Hemat energi, mengingat untuk menyusur kompleks Candi Ratu Boko ini yang cukup luas dan banyak tangga naik turunnya ini juga butuh energy ekstra. Apalagi sambil menggendong Baby Bindi.
Saat itu usia Bindi pas 8 bulan dan belum bisa berjalan, sehingga kami mengangandalkan ransel gendongan. Travel gear yang tepat digunakan untuk menjelajah kompleks candi memang ransel gendongan, bukan stroller. Stroller hanya akan membuat kita kerepotan karena jalan di kawasan candi biasanya tidak rata, bahkan ada beberapa anak tangga yang harus dilalui seperti di kompleks Candi Ratu Boko. Dengan ransel gendongan bayi, kita lebih leluasa menjelajah kompleks candi tanpa hambatan.
Perjalanan pertama jelajah kompleks Candi Ratu Boko ternyata sukses. Bindi nggak rewel meski diajak berpanas-panas. Saat kami beristirahat di bawah pohon kelapa, duduk-duduk di atas batu-batu candi untuk membuka bekal makanan, Bindi juga tampak enjoy. Dia menyantap makanannya dengan lahap. Begitu kenyang dan kembali naik ke ransel gendongan, Bindi langsung tertidur. Dasar bocah!
Setelah sukses melewati ujian petualangan candi, kami pun merencanakan trip ke candi lagi. Seminggu kemudian, kami mengajak Bindi ke Candi Prambanan ditemani travel gear andalan kami, ransel gendongan. Kompleks Candi Prambanan jauh lebih tertata daripada Ratu Boko yang lebih alami. Penataan Candi Prambanan yang berkonsep taman ini membuat kawasan candi terlihat lebih asri, bersih, dan bikin nggak berasa capek meski harus mengitari kompleks candi karena pintu masuk dan keluar jalurnya berbeda.
Pada perjalanan kedua jelajah candi ini, Bindi makin terlihat daya tahan tubuhnya yang prima. Dia nggak bobok lagi di ranselnya. Malah mulai ngajak bercanda dengan narik-narik rambut saya atau bapaknya yang bergantian menggendong dengan ransel. Melihatnya tampak makin enjoy diajak bertualang kawasan candi, saya pun lantas mengagegendakan trip ke candi lainya, “kapan-kapan ke Borobudur, yuk,” ajak saya pada Edo yang langsung disetujui. Tinggal mengatur waktu bangun pagi saja, mengingat perjalanan dari Yogya ke Borobudur setidaknya butuh 45 menit. Artinya, kami harus berangkat pagi-pagi supaya sampai tujuan matahari belum terlalu tinggi.
Sayangnya, belum sampai niatan ke Candi Borobudur kesampaian, erupsi Gunung Merapi yang terjadi sepanjang bulan Oktober 2010 lalu membuat kami perlu menunda agenda jelajah Candi Borobudur. Apalagi muntahan lahar dingin yang sempat berulang kali memutuskan jalur Yogya – Semarang, rasanya kami perlu menunda beberapa bulan atau tahun lagi deh.
Kami pun mengalihkan trip ke candi-candi lain di sekitar Yogya. Ada puluhan candi-candi kecil yang menarik dijelajahi. Salah satunya adalah Candi Sambisari yang terletak tak jauh dari bandara Adisutjipto. Dari jalan raya Yogya – Solo, sekitar 1 km timur bandara, terdapat jalan ke utara menuju Candi Sambisari. Kira-kira 2 km jauhnya dari ruas jalan utama Yogya – Solo.
Candi Sambisari ini sangat unik, karena terpendam di bawah tanah. Konon, candi ini ditemukan tanpa sengaja oleh seorang petani bernama Karyowinangun pada tahun 1966. Ketika ia tengah mencangkul sawah, tiba-tiba cangkulnya terantuk bongkahan batu. Saat ia mencoba menggali lebih dalam lagi, rupanya bongkahan batu itu penuh pahatan. Oleh dinas purbakalan, sawah milik Karyowinangun kemudian ditetapkan sebagai suaka purbakala.
Setelah melakukan penggalian dan penelitian selama kurang lebih 21 tahun, barulah terlihat wujud candi Hindu (Siwa) yang diperkirakan dibangunan pada abad ke-9. Rupanya akibat letusan hebat Gunung Merapi yang diperkirakan terjadi pada tahun 1006 M, candi ini jadi tertimbun lahar. Setelah ratusan tahun, lahar yang memadat itu menjadi permukaan tanah di mana di atasnya warga bercocok tanam. Itulah sebabnya, Candi Sambisari berada sekitar 6,5 meter di bawah permukaan tanah.
Saat mengunjungi Candi Sambisari, Bindi sudah berusia 1,5 tahun dan sudah bisa berlarian. Kami sudah tidak perlu lagi membawa ransel gendongan, mengingat Candi Sambisari ini cukup mungil jika dibandingkan Candi Prambanan, Ratu Boko, dan Borobudur. Luas kawasan Candi Sambisari sekitar 50 x 48 meter, nggak bakal melelahkan buat Bindi. Kalaupun dia minta gendong saat menuruni atau menaiki tangga candi, bisa kami gendong tangan biasa, tak perlu dengan gendongan.
Tips Jelajah Candi
· Pilih waktu saat matahari condong ke timur (pagi) atau ke barat (barat) supaya tak terlalu terik. Loket candi biasanya sudah buku pada pukul 06.00 dan tutup pada pukul 17.30.
· Gunakan travel gear yang nyaman seperti ransel gendongan. Jika tak memiliki, bisa menggunakan gendongan bayi jenis ransel yang diliangkan di punggung.
· Payung dan topi jangan sampai ketinggalan ya.
· Bawa minuman botol ekstra biar nggak dehidrasi di tengah jalan.
· Diapers dan perlengkapan ganti sebaiknya juga dibawa serta, jangan ditinggal di mobil.
No comments:
Post a Comment