Bernini mengerjakan lapangan Santo Petrus dalam waktu setahun, yaitu pada tahun 1656 hingga 1657 di bawah pengawasan ketat Paus Alexander VII. Renovasi yang dilakukan Bernini adalah menambahkan pilar-pilar yang disusun membentuk setengah lingkaran pada sisi Utara dan Selatan lapangan. Selain itu Bernini juga membangun air mancur (fountain), menggantikan fountain lama, dan meletakkannya segaris dengan tugu obelisk dan pilar. Fountain ini konon adalah fountain terindah di Eropa pada abad ke 17 dan jika kita meminum airnya bisa bikin awet muda.
Rancangan Bernini memberikan karakter yang kuat pada lapangan Santo Petrus. Jika dilihat dari atap dome gereja Basilica, lapangan Santo Petrus terlihat seperti sebuah anak kunci dengan bagian ujungnya yang nyaris menyentuh sungai
Ketakjuban yang kedua adalah pada antrian panjang untuk memasuki gereja Basilika. Dalam rintik hujan, orang-orang setia mengantri sambil memegang payung atau raincoat untuk melindungi diri. Sesaat saya ragu. Hujan-hujan begini, harus ngantri entah berapa jam. Males banget rasanya.
Lalu saya melangkahkan kaki mengelilingi lapangan, menikmati keindahan arsitektur abad 17 karya Bernini dari segala sisi. Tiba-tiba saya teringat Angels & Demons, novel karya Dan Brown. Lapangan Santo Petrus ini termasuk salah satu setting dalam novel best seller tersebut. Hhmm..saya jadi pengin mencari sebuah tanda di lantai lapangan Santo Petrus yang terukir pada balok pualam: West – Ponente.
Imaginasi saya mengembara, membayangkan Langdon dan
Tapi benarkah batu pualam berelief mata angina itu juga rancangan Bernini? Bernini memang mendapat tugas merancang bangunan piazza atau lapangan Santo Petrus. Tapi ternyata, menurut informasi yang saya temukan di website www.saintpetersbasilica.org dikatakan bahwa batu pualam berelief itu baru ditanam pada tahun 1852 pada masa Paus Pius IX. Itu berarti lebih dari 170 tahun setelah kematian Bernini. Jumlah batu pualam yang tertanam di piazza itu pun tidak hanya satu
Di antara batu pualam berelief mata angina (Wind Rose) itu terdapat marmer bertuliskan “Centro del Colonnato” yang merupakan titik tengah antara tugu, fountain, dan pilar. Segera saya injakkan kedua kaki saya di atasnya, lalu saya sapukan pandangan ke depan, ke kiri, dan ke kanan. Jajaran pilar di depan saya tampak simetris karena saya melihatnya dari titik tengah. Cantik sekali!
Dari Centro del Colonnato itu pula, mata saya menangkap antrian yang kian panjang untuk memasuki gereja Basilika. Hujan ternyata tidak menghalangi hasrat mereka untuk melongok bagian dalam gereja yang juga tempat para Paus dimakamkan. Hujan tidak mengurangi kesabaran mereka, tetap rapi dalam antrean. Kenapa saya tidak meniru mereka? Bukankah saya ke Vatikan untuk melihat makam Paus? Saya tersadar dan tergerak melangkah.
(sekedar kutipan dari travelogue "eurotrip" yg sedang saya susun)
No comments:
Post a Comment