Minggu ini adalah jadwal lay-out buku travelogue matatita yang rencananya beredar bulan Juni. Yang mengejutkan, kabar dari editor pagi ini: "Mbak, bukumu jadinya tebel banget. Sekitar 400-an halaman."
Saya terperanjat. Nggak mengira akan jadi sebanyak itu. Materi yang saya setor ke penerbit hanya sekitar 125 halaman spasi satu dengan font kesukaan saya, Trebuchet 11 point. Ada sekitar 40 judul artikel di dalamnya yang terbagi menjadi 4 chapter sesuai tema tulisan.
Selain tulisan yang sudah saya setor itu, di laptop saya masih ada 16 judul tulisan yang baru separoh jalan. Itupun masih sangat mungkin bertambah menjadi beberapa judul lagi. (Biasanya, kalau lagi ngetik sering muncul ide dadakan).
Sebenarnya saya sendiri merasa kurang optimal menulis. Prose penulisan itu baru mulai saya lakukan pertengahan Februari 2009. Itupun nggak intens. Penulisan bener-bener terhenti sejak Mamah masuk rumah sakit karena serangan stroke pada tanggal 11 Maret dini hari dan akhirnya berpulang pada Sang Khalik esok paginya 12 Maret 2009. Praktis setelah itu saya nggak membuka file-file tulisan sama sekali.
Hampir sebulan saya nggak peduli dengan tulisan yang sebagian sudah saya e-mail ke penerbit. Saya baru mulai menulis lagi menjelang akhir April, mungkin sekitar tanggal 20-an setelah berdiskusi dengan Editor. Saya berjanji akan menuntaskan tulisan tersebut pada tanggal 30 April 2009 (Kamis). Yang lagi-lagi meleset, karena ada acara ke luar kota. Dua hari kemudian, SMS dari CEO penerbit datang. "Nggak sabar pengin baca nih," tulisnya di SMS yang membuat saya jadi tahu diri. "Hehe, Selasa ya Mas," jawab saya singkat.
Meski masih banyak ide yang pengin ditulis, tapi Selasa sudah menjadi harga mati. Saya nggak boleh mengacaukan jadwal cetak penerbit yang sudah disiapkan sejak awal. Jadilah apa yang sudah terketik saja yang saya setorkan. Sebanyak 125 hal spasi tunggal itu.
Ternyata, jumlah itu kebanyakan! "Buat buku berikutnya aja, Mbak. Seri 2," kata Editor. Hihi.., iya juga sih. Kan saya masih punya banyak celengan tulisan yang belum tuntas. Menarik juga idenya. Saya pun nyicil ayem karena masih punya waktu lebih longgar untuk menulis lagi dan memfokuskan tulisan dengan tema yang berbeda dari yang travelogue pertama.
Saat ini editor tengah memilah dan memilih beberapa tulisan yang akan didrop. Ada sekitar 100 halaman yang harus lengser, nggak naik cetak. "Supaya harga jualnya lebih terjangkau," katanya lagi. Dan saya setuju. Lagi pula, segmen pembaca travelogue matatita ini adalah anak muda, menjelang dewasa, yang tentunya nggak terlalu jor-joran untuk membeli buku. Kalau bisa sih malah minjem temen aja.
Selagi editor mengedit, saya dan timkreatif REGOL tengah menyiapkan disain cover-nya.
Saya terperanjat. Nggak mengira akan jadi sebanyak itu. Materi yang saya setor ke penerbit hanya sekitar 125 halaman spasi satu dengan font kesukaan saya, Trebuchet 11 point. Ada sekitar 40 judul artikel di dalamnya yang terbagi menjadi 4 chapter sesuai tema tulisan.
Selain tulisan yang sudah saya setor itu, di laptop saya masih ada 16 judul tulisan yang baru separoh jalan. Itupun masih sangat mungkin bertambah menjadi beberapa judul lagi. (Biasanya, kalau lagi ngetik sering muncul ide dadakan).
Sebenarnya saya sendiri merasa kurang optimal menulis. Prose penulisan itu baru mulai saya lakukan pertengahan Februari 2009. Itupun nggak intens. Penulisan bener-bener terhenti sejak Mamah masuk rumah sakit karena serangan stroke pada tanggal 11 Maret dini hari dan akhirnya berpulang pada Sang Khalik esok paginya 12 Maret 2009. Praktis setelah itu saya nggak membuka file-file tulisan sama sekali.
Hampir sebulan saya nggak peduli dengan tulisan yang sebagian sudah saya e-mail ke penerbit. Saya baru mulai menulis lagi menjelang akhir April, mungkin sekitar tanggal 20-an setelah berdiskusi dengan Editor. Saya berjanji akan menuntaskan tulisan tersebut pada tanggal 30 April 2009 (Kamis). Yang lagi-lagi meleset, karena ada acara ke luar kota. Dua hari kemudian, SMS dari CEO penerbit datang. "Nggak sabar pengin baca nih," tulisnya di SMS yang membuat saya jadi tahu diri. "Hehe, Selasa ya Mas," jawab saya singkat.
Meski masih banyak ide yang pengin ditulis, tapi Selasa sudah menjadi harga mati. Saya nggak boleh mengacaukan jadwal cetak penerbit yang sudah disiapkan sejak awal. Jadilah apa yang sudah terketik saja yang saya setorkan. Sebanyak 125 hal spasi tunggal itu.
Ternyata, jumlah itu kebanyakan! "Buat buku berikutnya aja, Mbak. Seri 2," kata Editor. Hihi.., iya juga sih. Kan saya masih punya banyak celengan tulisan yang belum tuntas. Menarik juga idenya. Saya pun nyicil ayem karena masih punya waktu lebih longgar untuk menulis lagi dan memfokuskan tulisan dengan tema yang berbeda dari yang travelogue pertama.
Saat ini editor tengah memilah dan memilih beberapa tulisan yang akan didrop. Ada sekitar 100 halaman yang harus lengser, nggak naik cetak. "Supaya harga jualnya lebih terjangkau," katanya lagi. Dan saya setuju. Lagi pula, segmen pembaca travelogue matatita ini adalah anak muda, menjelang dewasa, yang tentunya nggak terlalu jor-joran untuk membeli buku. Kalau bisa sih malah minjem temen aja.
Selagi editor mengedit, saya dan timkreatif REGOL tengah menyiapkan disain cover-nya.
No comments:
Post a Comment